A. U m u m
Sistem kekerabatan orang Sunda dipengaruhi oleh adat yang diteruskan
secara turun temurun dan oleh agama Islam (Harsojo, 1980: 311). Karena agama
Islam telah lama dipeluk oleh orang Sunda, maka agak sulit memisahkan
unsur-unsur agama dan adat yang terdapat dalam budaya Sunda. Di tanah Sunda,
bentuk keluarga yang terpenting adalah
keluarga batih atau keluarga inti
(
nuclear family).
Kecuali keluarga batih ada pula kelompok kerabat sekitar keluarga
batih itu, yang masih sadar akan hubungan kekerabatannya, sering bertemu dalam
forum yang cukup intens, misalnya pesta perkawinan, khitanan, kematian, halal
bihalal dan sebagainya. Kelompok kekerabatan ini biasanya dalam antropologi
disebut sebagai golongan, atau dalam peristilahan yang lebih teknis, disebut
sebagai
kindred.
Dalam masyarakat Sunda ada pula kelompok yang berupa kelompok
ambilineal, karena merangkum kerabat sekitar keluarga batih, tetapi
diorientasikan ke arah nenek moyang jauh di masa lampau. Dalam bahasa Sunda
kelompok ini sering dinamai
bondoroyot.
Dalam proses sosialisasi, ciri-ciri kepentingan kelompok sosial
serta sikap-sikap yang mendukungnya terwujud dalam pembedaan terhadap kelompok
lain. Identifikasi anggota kelompok
in- group, biasanya terikat perasaan
dekat terhadap anggota kelompok (Soerjono Soekanto, 1977: 100).
Dalam teori antropologi kelompok kekerabatan Sunda ini, sebagai
salah satu bentuk masyarakat, karena memiliki sistem interaksi antar para
anggota, adat-istiadat dan sistem norma yang mengatur interaksi, kesinambungan
interaksi, rasa identitas yang mempersatukan anggota dan sebagainya
(Kuntjaraningrat, 1990: 148- 154).
Rekonstruksi genealogi Pangeran Astapati beserta para keturunannya,
antara lain berusaha pula menempatkan para tokoh sejarah (yang diasumsikan ada)
dalam pohon genealogi pada dimensi ruang, waktu dan peristiwa sejarah. Berarti
pula, upaya ini memasukkan pengenalan jatidiri para tokoh sejarah atau
cultural hero dalam garis keturunan itu.
Apakah Pangeran Astapati, Raden Tjakradiningrat, atau juga yang
lainnya, dapat kita masukkan ke dalam kategori
cultural hero, mungkin
perlu kita perhatikan kondisi seorang pahlawan/ hero, yang didefinisikan:
"He is regarded as an
ideal human beeing who is capable of
meeting his people's need and wishes, it presents the main character as a super
human being who possesses a number of noble qualities . . ." (Haryati Soebadio,
1991: 622-69).
Hayati Soebadio selanjutnya menyatakan, bahwa premis tersebut
menjadi penting artinya dalam konteks Asia Tenggara, mengingat se-seorang tokoh
sejarah, telah dilihat sebagai manusia yang pernah hidup dalam sejarah
bangsanya, dalam lukisan dan dalam karya-karya sastra.
Hasan Muarif Ambary menyatakan bahwa lingkup bahasan sejarah antara
lain meliputi kajian terhadap sumber-sumber literer, khususnya produk yang
semasa atau berdekatan dengan terjadinya sesuatu peristiwa sejarah (1991: 6).
Selanjutnya Ambary menganggap bahwa para sejarawan Barat, kurang memberikan
perhatian dan penghargaan sepantasnya terhadap
babad, hikayat dan
tambo, yang juga memiliki fungsi sebagai salah satu sumber sejarah.
Ambary mengemukakan contoh, seperti misaalnya Prof. C.C. Berg amat
mengenyampingkan kitab-kitab
babad untuk diperhitungkan sebagai salah
satu sumber sejarah (1938, II). Berg menganggap bahwa
babad tidak dapat
dipercaya, bohong, penuh hayal, tahayul, artifisial dan sebagainya. Ini tentunya
(boleh jadi) dipengaruhi oleh kurangnya pe-nguasaan atau pemahaman informasi
yang ia peroleh, mengenai psikologi dan persepsi orang Jawa (khususnya) terhadap
kekuasaan dan penguasa.
Ambary dengan cermat mengamati bahwa
Babad Tanah Jawi (yang
ditulis sejak abad XVI M. dan seterusnya), mengandung banyak paparan mengenai
sejumlah peristiwa sejarah, yang notabene dapat diuji silang terhadap
sumber-sumber lain, yang lebih otentik dan shahih. Kitab-kitab
babad
sebagai produk sastra, mungkin memang berlebihan dalam menggambarkan raja dan
kekuasaannya. Tetapi seorang raja dalam persepsi rakyat yang dipimpinnya, adalah
seorang
primus inter pares dan syah (
legitimate), sekali pun
misalnya ia mencapai tahta melalui makar, tetap ia memiliki "simpanan"
legitimasi dalam bentuk lain, yakni: kesinambungan. Untuk itu ia mengawini anak
dan/atau istri raja terdahulu, mendapat pulung/nurbuat. Dalam banyak kitab
babad/ hikayat banyak tokoh sejarah yang dikemas dalam citra magis-religius,
sakral, sekti, dewa dunia, kalipatullah dan sebagainya.
Ambary juga mengutip Prof. Soetjipto Wirjosoeparto (1963) dan
kemudian Soemarsaid Moertono (1985), bahwa dalam kitab-kitab babad dan
sejenisnya terkandung peristiwa-peristiwa yang layak diperhatikan, bernilai
setara dengan sumber-sumber sejarah dalam bentuk yang lainnya. Begitu pula,
penyusunan-penyusunan dinasti/keluarga/ wangsa perlu mendapat perhatian yang
wajar, seraya membandingkannya terhadap daftar-daftar yang dimuat dalam sumber
lainnya.
Sejarah masa lalu, dapat menjadi "sesuatu" yang "dekat" terhadap
kita dan hari-hari ini. Seorang tokoh sejarah yang muncul di panggung peristiwa
1-2 abad lalu, boleh jadi terasa amat dekat dengan kelompok dan suasana batin
masa kini. Ini tentunya merupakan dampak dari pe-ngaruh faktor-faktor emosi,
ikatan genealogi, besarnya dampak peristiwa di seputar sang tokoh, apresiasi dan
sebagainya. Ini pun secara gegabah dapat dianggap sebagai bias, yang menjadi
salah satu sumber subyektivitas sejarah. Subyektivitas sejarah dapat pula
bersumber dari pra-sangka kelompok, trauma, ideologi, ras/etnisitas dan
sebagainya, tetapi bagaimana pun, subyektivitas sejarah adalah bagian yang
memang ada dalam upaya kita mencapai obyektivitas sejarah.
Rekonstruksi genealogi Pangeran Astapati beserta keturunannya,
sama-sekali bukan dimaksudkan untuk membangkitkan feodalisme yang telah kita
hapuskan sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan bukan pula
dimaksudkan sebagai romantika patetik terhadap masa lalu dengan anggapan bahwa
kebesaran masa lalu perlu diagungkan kembali.
Rekonstruksi ini, dilakukan sekedar untuk membakukan apa yang
menjadi tradisi, dituturkan turun temurun, dan ditulis secara parsial apabila
sempat oleh keturunannya/ yang menganggap keturunan Pangeran Astapati. Dalam
rekonstruksi tersebut diharapkan tertuang pula kearifan-kearifan sejarah, sekali
pun itu mungkin akan terasa sangat pahit. Para
penyusun rekonstruksi ini, yakin sekali bahwa dimensi sejarah senantiasa
memiliki perspekstif dan proyeksi jauh ke masa depan, dan bukan pengagungan
serta kebanggaan sempit yang sama sekali tidak perlu.
Para penyusun
dokumenta
historica ini pun amat menyadari bahwa dalam upaya rekonstruksi, para
penyusun tidaklah mungkin melepaskan diri dari subyektivitas kesejarahan yang
sewaktu-waktu dapat muncul pada setiap tahap dan proses penyusunan/penulisan
naskah. Para penyusun naskah ini, menyadari
sepenuhnya, bahwa subyektivitas adalah bagian yang mutlak ada dalam mencapai
obyektivitas.
B. Pohon Genealogi Pangeran
Astapati
Jika Pangeran Astapati dalam rekonstruksi ditempatkan sebagai
ego dalam penelusuran urutan genealogi, maka secara hipotetik, dapatlah
digambarkan pengurutan sebagai berikut.
BAGAN HIPOTETIK PENGURUTAN GENEALOGI PANGERAN
ASTAPATI
Gantung Siwur VIII
Udeg-Udeg
VII
Janggawareng VI
B a o V
Buyut IV
Embah III
Kolot
II
Ego (Pangeran Astapati) 1/I
Anak
2
Incu
3
Buyut
4
Bao
5
Janggawareng 6
Udeg-udeg 7
Gantung Siwur
8
Catatan
:
untuk selanjutnya, Nomor-nomor di belakang tingkatan keturunan
(ke atas dan ke bawah) dijadikan nomor acuan dalam pengisian anggota
keluarganya.
Ego Ke Atas
Dalam catatan Prof. Harsojo, bagi orang Sunda sebutan kekerabatan
bagi kerabat pihak laki-laki dan wanita tidak berbeda. Apabila dilihat istilah
kekerabatan orang Sunda pada bagan tersebut di atas, tampak perbedaan penyebutan
dua generasi ke atas dan ke bawah, sedangkan untuk selanjutnya sama saja (1980:
314), dan ini berarti mengabaikan prinsip
polarity/polaritas seperti yang
dikemukakan Murdock (1949: 104-105).
Dalam beberapa hal, ada benarnya anggapan bahwa dua generasi ke atas
dan dua generasi ke bawah dari Ego, masih punya hubungan fungsional dalam
hubungan kekerabatan, sedangkan tiga generasi ke atas dan ke bawah dan
seterusnya, dianggap hanya memiliki fungsi tradisional dalam hubungan
kekerabatan.
Di samping itu, dalam masyarakat Sunda dikenal pula beberapa istilah
bila ditinjau dari segi/pihak Ego. Untuk ayah terdapat beberapa sebutan,
seperti:
Bapak, Apah, Apih, sedangkan untuk ibu :
emak, mak, amah
dan untuk kakak laki-laki :
akang atau
kakang. Sementara itu untuk
kakak perempuan:
teteh, eteh, euceu, ceuceu, sedangkan untuk kakak-kakak
baik dari ayah maupun ibu untuk perempuan maupun lelaki:
uwa atau wa',
dan adik laki-laki ayah atau ibu disebut
mamang, emang atau
mang,
lantas jika adik-adik perempuan ibu atau ayah ego, disebut dengan
bibi,
ibi, atau
bi.
Didasarkan pada kelengkapan dokumen dan mudahnya penelusuran, maka
dalam merunut genealogi Pangeran Astapati, posisi Ego yang semula diberikan pada
Pangeran Astapati digantikan pada H.M.A. Sampurna, sehingga dari H.M.A. Sampurna
apabila ditarik garis ke atas selalu dari pihak ayah maupun ibu, akan
menjadi:
GENEALOGI EGO KE ATAS DARI AYAH EGO
Sanghyang Tunggal
Batara
Patanjala
Batara
Bungsu
Ki Dukun Putil/Girang
Pu'un
Raden
Wirasuta/Pangeran Astapati
Ki
Ngabehi Pringga/Patih Darus
R.A.A.
Natadiningrat
R. Murawan Suta
Adiningrat
R. Tjakradiningrat
R.A. Fatmah
M. Santosa
H.M.A. Sampurna
Sementara itu dari pihak Ibu Ego, adalah sebagai berikut:
GENEALOGI EGO KE ATAS DARI IBU EGO
Cahaya Amin
Sutan Alam Intan
Sutan Arifin/Mas Sutadiwiria
Mas
Atmadiwiria
H. Mas Lamhari
Sutadiwiria/Patih Serang
M. Padmadiwiria/Patih
Bintang
R. Martina
Djajawinangun
H.M.A. Sampurna
H.M.A. Sampurna memiliki saudara-saudara kandung (anak-anak dari
perkawinan M. Santosa dan R. Martina Djajawinangun) ialah:
1.
Ny. Neneng Mulyaha (
Nana) menikah dengan Endang
Effendi
2.
H.M.A. Sampurna menikah dengan
Ny. Uum Sumini. HJ.
3.
Ny. M. Lily Surti Laeli menikah
dengan R.M. Husein Surjokusumo
4.
Ny. Etty Surtikanti menikah
dengan drh. Zainal Abidin L.
5.
dr. M.Y.A. Hidayat menikah
dengan Ny. RIS Ardjaningsih
6.
Ny.M. Martini menikah dengan
R.M. Hafrudin, B.A.
7.
Ny. Iyah K
. menikah
dengan Rudy Aziz
Sementara itu H.M.A. SAMPURNA memiliki paman/bibi (anak-anak dari
perkawinan H. Padmadiwiria dengan R.A. Fatmah, yaitu:
1.
Ny. Salsiah menikah dengan
Nitidiwiria
2.
Sulastri menikah dengan
Hardiwinangun (Bupati Lebak dari tahun 1938 - 1944).
3.
Supinah menikah dengan Sukanta
Widjaja
4.
M. Santosa menikah dengan R.
Martina Djajawinangun (ayah dan ibu
ego H.M.A. Sampurna)
5.
Aom Priatna yang menikah dengan:
Kartini & Rohana Burhanuddin.
Lebih ke atas lagi,
M. Padmadiwiria/Patih Bintang menikah
de-ngan
R.A. Fatmah, adalah ayah dan ibu dari
M. Santosa dan masih
dalam
garis ayah, dimana
R.A. Fatmah bersaudara dengan:
1. R.A. Djuwita
2. R.A. Djuwariah, dan
3. Sukarna.
R.A. Fatmah bersaudara adalah anak dari
Raden Tjakradiningrat
(Wedana Peucang dan kemudian Cilegon), sedangkan R. Tjakradiningrat
bersaudarakan:
1. R. Tanu Sura
Adiningrat
2. Elok Suwellaningrat
3. R.K. Padmadiningrat,
dan
4. R.B. Setiadiningrat.
R. Tjakraningrat bersaudara adalah anak dari perkawinan antara
R.
Murawan Suta Adiningrat atas perkawinannya dengan
Ratu Saodah anak
dari
A.A. Mandura Radja Djajanagara (Regent Serang 1840-1849). R. Murawan
Suta Adiningrat (Regent Serang 1878 - 1883) yang mendapat gelar Tumenggung itu,
bersaudara (mulai dari yang tertua):
1. Ny. R.A. Linda
2. Ny. R.A. Renda
3. Ny. R.A. Lindung
4.
Murawan Suta
Adiningrat
5. R. Adiningrat
6. R. Gandaningrat
7. R. Setjaadiningrat
8. R. Astra Suta
Adiningrat
9. R. Djaja Prana (Wedana
Baros)
10.
R. Bagus
Djajadiningrat (Regent Serang 1883 - 1898)
11. H. Umar Surawinata
12. R.H. Abubakar (Gongrol
Mekah)
13. Ny. R.A.
Lenggarangsari
14. Ny. R.A. Aliyamah (Istri
Patih Chaer)
15. Ny. R.A. Lidjamsari
(Istri Patih Suria, Menes)
16. Ny. R.A. Lintangsari
17. R. Puspa Adiningrat
18. Ny. R.A. Edot
19. R. Gatot
Tercatat bahwa Saudara R. Murawan Suta Adiningrat yang ke-10, yaitu
R. Bagus Djajadiningrat kemudian menjadi Regent Serang menggantikan Raden
Tumenggung Murawan Suta Adiningrat, kemudian beristri
Ratu Solehah (anak
Ratu Bagus Muhammad Ishak, Assistent Wedana Cening, atas perkawinannya
dengan
Ratu Mariam). Anak-anak R. Bagus Djajadiningrat, adalah:
1. R. Ahmad Djajadiningrat
(Regent Serang 1901-1904)
2. R. Muhammad
Djajadiningrat
3. R. Hasan Djajadiningrat,
dan
4. Prof. Dr. Husein
Djajadiningrat
Ke-19 bersaudara R. Murawan Suta Adiningrat itu, adalah anak dari
R.A.A. Natadiningrat (Bupati Pandeglang) atas perkawinannya dengan
Ratu Ayu Wargakusuma; Natadiningrat anak
Ki Ngabehi Bahu Pringga
(Patih Darus) yang bersaudarakan:
1. Nyai Andil
2. Kiai Gantang
3. Nyai Dariah, dan
4. Ki Anab
Ki Ngabehi Bahu Pringga tercatat pernah menjadi Patih Lebak.
Sangat diperkirakan bahwa sejak Ki Ngabehi Bahu Pringga ini-lah maka
genealogi yang sedang dikaji ini, dapat ditelusuri hubungannya dengan
Masyarakat Baduy. Karena Ki Ngabehi Bahu Pringga bersaudara itu, adalah
anak dari
Raden Wirasuta, putra salah seorang pu'un Cibeo, yaitu :
Ki
Dukun Putil/ Girang Pu'un. Wirasuta, yang dikabarkan tidak puas terhadap
cara dan tingkat kehidupan dalam lingkungan masyarakat Baduy itu, kemudian
menjadi salah seorang panglima perang
Sultan Ageng Tirtayasa, dan setelah
wafat diberi gelar
Pangeran Astapati, yang dimakamkan di Odel.
Ki Dukun Putil adalah anak dari
Batara Bungsu, cucu dari
Batara Patandjaja, bersaudara dengan
Batara Tjikal, keduanya
dipercayai secara tradisional sebagai anak keturunan dari
Sanghyang
Tunggal.
Kembali pada urutan genealogi ego
H.M.A. Sampurna dari pihak
ayahnya, yaitu M. Santosa, yang asal keturunannya dapat ditelusuri pada
lampiran-lampiran 6, 12, 13, 14, 15, dan seterusnya, sampai ke asal muasal
keturunan dari Istana Pagaruyung (Sumatra Barat).
M. Santosa adalah anak
Padmadiwiria (Patih Bintang
Rangkasbitung), yang meninggal pada tahun 1947, yang adalah anak dari
Haji
Mas Lamhari Sutadiwiria (Patih Serang dan Bupati Bogor di Jasinga). Lamhari
berputra (saudara-saudara Padmadiwiria), yaitu:
1. Nyi Mas Siti Rohmah,
yang menikah dengan Tubagus Djatmika
Atmadiwiria (Asisten Wedana Kragilan),
2. M. Padmadiwiria (Patih
Bintang)
3. M. Astradiwiria (Wedana
Ciomas)
4. Wanita, yang menikah
dengan Wildan Nataatmadja (Wedana Anyer)
5. Wanita, yang menikah
dengan Sastrawiguna (Patih Garut)
6. M. Encon Partadiwiria,
sipir penjara. (Lampiran 14)
Namun dari Lampiran 15, diperoleh informasi yang berbeda, antara
lain:
1. Padmadiwiria pada lampiran 15 adalah
bersaudara dengan Sutadiwiria, dan bukan anak dari Sutadiwiria
seperti dalam lampiran 14.
2. Konsekuensi Lampiran 15 menjadikan tata
urutan Saudara Padmadiwiria pada Lampiran 14 berubah, karena
saudara-saudara Padmadiwiria menurut Lampiran 15, adalah:
a. Sutadiwiria
b. Kartadiwiria
c. Djajadiwiria
d. Alamuddin
e. Sastradiwiria
f. Syahbudin
g. Ranadiwiria
h.
Padmadiwiria
i. Satjadiwiria
3. Sedangkan anak-anak
Sutadiwiria menurut Lampiran 15, yakni:
a. Ratna Suminar
b. Ratna Komala
c. Djaka
d. Amaluddin
e. Dewi
Ratnaningsih
f. Sartono
g. Djumhana
h. Ratnaningrum
4. Berdasarkan Lampiran 15 pula, maka
Padmadiwiria bukanlah anak Sutadiwiria (Lampiran 14), melainkan anak dari
Mas Atmadiwiria.
5. Pengurutan genealogi ke atas selanjutnya
tidak menjadi masalah, karena Lampiran 14 hanya sampai pada Haji Mas Lamhari
Sutawiria, sedangkan Lampiran 14 memiliki 4 tingkat urutan ke atas setelah
Padmadiwiria.
Dari Lampiran 15 ini pula, maka boleh jadi atau dapat dianggap
membaurnya keturunan istana Pagaruyung ke dalam
"trah" Banten (yang
dicampuri juga
trah Baduy). Sutadiwiria, Padmadiwiria dan saudara-saudara
lainnya, adalah anak dari
Mas Atmadiwiria. Mas Atmadiwiria bersaudara
dengan:
1. Siti Rafiah
2.
Mas
Atmadiwiria
3. Siti Maemunah, yang kemudian menikah dengan:
Sutan Abdul Aziz alias Raden Sastrawinangun, yang beranak:
a. Usmansyah
b. Abubakarsyah
c. Alibasyah
d. Arbaiyah
e. Isnainiyah
f. Junariyah
g. Umarsyah
h. Ahmadsyah
i. Prof. Dr.
Muhammadsyah Sastrawinangun
Mas Atmadiwiria bersaudara, adalah anak
Sutan Arifin alias
Mas Sutadiwiria, dimana Sutan Arifin masih memiliki saudara, yakni:
Sutan Asikin alias
Mas Nitidiwiria dan
Sutan Abidin alias
Mas Mangundiwiria.
Hampir sejajar dengan itu, Sutan Abdul Aziz adalah anak
Sutan
Hoyong Gelar Radja Bagalib Alam, yang bersaudara dengan
Sutan Mangun
Tuah, Putri Siti Raja Sari Gumilang, Putri Siti Alam Perhimpunan. Mereka
semua adalah anak dari
Daulat Yang Dipertuan Agung Sultan Abdullah
Baqaqarsyah, anak (ibnu)
Sultan Abdullah Syariful Alamsyah, Raja
Pagaruyung (Minangkabau), yang dibuang ke Jakarta oleh pemerintah Hindia
Belanda, kerangkanya pada tanggal 12 Pebruari 1976 dipindahkan dari Manggadua,
Jakarta, ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Sutan Arifin alias Mas Sutadiwiria bersaudara adalah anak dari
Sutan Alam Intan (yang karena memihak Imam Bonjol dalam Perang Paderi,
oleh pemerintah Hindia Belanda dibuang ke Banten.) Sutan Alam Intan bersaudara
dengan
Siti Batiyah yang kemudian menikah dengan
Daulat Yang Dipertuan
Agung Sultan Abdullah Baqaqarsyah, kemudian beranak antara lain
Sutan
Hoyong Gelar Raja Bagalib Alam, yang menurunkan
Sutan Abdul Aziz
(Raden Sastrawinangun), yang menikah dengan
Siti Maemunah seperti telah
disebutkan terdahulu.
Ego Ke Bawah
Genealogi bawah samping dari Ego, adalah sebagai berikut: (anak-
anak dari anak-anak M. SANTOSA + MARTINA):
1.
Ny. Eneng Mulyana menikah dengan Endang Effendi, mempunyai
anak-anak:
1.1. Achmad Priyadi,
lahir 18 Mei 1960
1.2. Dina Herdiana,
lahir 12 November 1962
1.3. Deni Handiman,
lahir 8 Desember 1964
1.4. Rudi Hartawan,
lahir 10 Mei 1967
2.
H.M.A. Sampurna
menikah dengan Ny. Hj. Uum Sumini, memiliki anak-anak:
2.1. Iwan Musiawan,
lahir 27 Oktober 1964
2.2. Sandi Setiawan,
lahir 26 Oktober 1965
2.3. Anny Suciani,
lahir 24 Agustus 1969.
3.
Ny. M. Lilly Surti
Laely menikah dengan R.M. Husen Suryokusumo, memiliki anak-anak:
3.1. R.A. Sisca
Nurhafifa, lahir 12 Juni 1964
3.2. R.M. Ali Rizal
Husein, lahir 3 Oktober 1965
3.3. R.A. Shinta Dewi
S., lahir 16 Januari 1968
3.4. R.A. Silvi
Salavia, lahir 31 Maret 1969
3.5. R.A. Meita Mayasara, lahir 14 Mei
1970
4.
Ny. M. Ety Surtikanty,
menikah dengan drh. Zainal Abidin Lubis, memiliki anak-anak:
4.1. Silva Lumoggasari,
lahir 18 Pebruari 1967
4.2. Ruly Sedentua
Lubis, lahir 22 Januari 1970
4.3. Revly Hidayat,
lahir 23 September 1974.
5.
dr. M. Yayat Achmad
Hidayat menikah dengan Ny. Ris Andjarningsih, dengan anak-anaknya:
5.1. Novita, lahir 5
November 1976
5.2. Novani, lahir 23
November 1977
6.
Ny. M. Martini,
menikah dengan R.M. Hafruddin, B.A., dengan anak-anaknya:
6.1. Revy Arifin, lahir
6 September 1969
6.2. Diny Hafianny,
lahir 13 April 1972
6.3. Feby Suthisna D.,
lahir 28 Februari 1976
6.4. Ivan Ananda
Maulana, lahir 7 Agustus 1979.
7.
Ny. Iyah K., menikah
dengan Rudy Aziz A., anak-anaknya:
7.1. Rika, lahir
7.2. Riki, lahir
7.3. Ruki, lahir
7.4. Reni, lahir
7.5. Riska, lahir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar